Rabu, 22 Oktober 2008

THE ( NEO ) SCARLET BAND

Orang bilang masa SMA adalah masa yang paling indah. Nampaknya pepatah itu tepat buat saya. Saya bersyukur atas tiap momen yang terjadi semasa di SMA. Kenangan berkompetisi di sekolah, kenangan saat kumpul bersama teman-teman yang kadang-kadang kebablasan, kenangan nge-band, pokoknya semuanya lah.

Dari semua kenangan itu, kenangan bersama band saya sewaktu SMA ternyata punya tempat tersendiri di hati. Sungguh banyak kejadian biasa, lucu, bahkan menegangkan yang kami alami bersama band kami waktu itu. Prestasi-prestasi tak terduga sempat kami rengkuh, yang bahkan sampai sekarang sangat sulit dipercaya, mengingat talenta kami yang sungguh pas-pasan. Hanya semangat muda kami saja yang membuat kami kuat.

AND, THE STORY BEGAN . .
Band ini dibentuk pada awal caturwulan 2 tahun 1998. Saat itu kelas 1 SMAN 1 Kendari baru dirombak dan dikelompokkan menjadi kelas-kelas yang baru. Entah siapa yang punya ide, yang jelas waktu itu saya diajak Mazita Indah Mirandha dan Dyah Ayuningtyas, teman sekelas di kelas 1B, untuk mendirikan sebuah band yang kemudian kami beri nama SCARLET BAND. Setelah mengumpulkan personel, terbentuklah band ini. Mazita Indah Mirandha ( Andha ) : vocalist, Dyah Ayuningtyas ( Tyas ) : keyboardist, Fidhia : drummer, Raden Nino Romantika ( Nino ) : bassist, dan saya sendiri : guitarist. Berdirilah sebuah band dengan drummer cewek, cool !. Dari ke-lima anggota band, hanya Nino yang bukan teman sekelas kami, karena kelas kami cuma dihuni satu orang yang bisa main bass ( Ma’rif ) yang sayangnya sudah terlebih dahulu membentuk band lain yang mereka namai NO NAME BAND. Band ini akhirnya menjadi kompetitor band kami di berbagai ajang, baik lokal sekolah, tingkat kotamadya, maupun propinsi. Saya akui, talenta personel NO NAME BAND memang di atas kami, tapi soal prestasi, tunggu dulu .

Pertama kali ikut kompetisi, kami langsung menggondol prestasi, yaitu sebagai juara 3 kelompok band dengan vokalis wanita di ajang Festival Musik Pelajar se-Sulawesi Tenggara tahun 1998. Miracle !! dengan kemampuan mepet, latihan yang sekenanya, lagu “So Young” dari The Corrs dan “Bagaikan Langit” dari Potret yang kami bawakan sanggup memikat hati juri di ajang tahunan pelajar se-propinsi itu. Wow, bangga rasanya. Apalagi saat kami kembali ke sekolah dan teman-teman sekelas kami mendengar prestasi kami. Kompetisi kedua juga kami lalui dengan piala yang baru, kali ini di ajang Festival Musik SMAN 1 Kendari. Lagi-lagi juara 3, tapi tak apalah, setidaknya ada hasilnya.

Saya lupa persisnya, berapa kompetisi yang telah kami lewati sebelum terjadi perubahan formasi personel band. Saat itu Tyas harus pindah ke Jawa karena ayahnya yang salah satu petinggi Bank Indonesia di Kendari itu harus pindah tugas. Disusul dengan keluarnya Andha yang waktu itu ingin berkonsentrasi di dunia modelling. Well, show must go on. Kami sepakat untuk merekrut anggota baru. Untungnya, kelas kami masih punya stock keyboardist dan vocalist berkualitas ( walau gak tinggi-tinggi amat sih, hehe ). Airinisti Zulhanita ( Isti ) akhirnya menggantikan Tyas sebagai keyboardist, dan Yuntrisnawati ( Yuyun ) menggantikan Andha. Terbentuklah band baru yang kami namai NEO SCARLET BAND, band dengan vocalist cewek, drummer cewek, dan keyboardist cewek yang kali ini menggunakan jilbab ! Menakjubkan, band ini sudah punya keunikan yang sulit tertandingi oleh band lain !

THE STORY THEN CONTINUED . .
Dengan semangat baru, kami songsong berbagai kompetisi. Kali ini kami lebih terbuka untuk menyanyikan lagu band-band dengan vocalist pria sekalipun seperti Sheila on 7 dan Dewa. Dengan mental yang saya pikir sedikit nekad waktu itu, kami memberanikan diri mengikuti kompetisi yang ditujukan untuk kalangan umum, bukan hanya untuk pelajar. Artinya, kami harus siap bersaing dengan band-band profesional sekalipun. Never mind, mental kami sudah terlanjur kokoh.

Saat yang dinanti tiba juga akhirnya. Kompetisi yang cukup besar menurut saya, karena diikuti lebih dari 60 band peserta. Kalau tidak salah festival itu diberi tajuk “Festival Musik Akustik Kendari”. Oh my gosh, kami terkaget-kaget saat memasuki gedung tempat kompetisi itu. Penuh sesak dengan peserta maupun penonton. Yang membuat kami merasa ngeri adalah dandanan para pesertanya. Mulai gothic, ska, sampai gaya anak sekolahan, sedang kami hanya berkostum jeans dan kaos berwarna biru tua, simple. Kami membawakan dua buah lagu, Breathless dari The Corrs dan yang satunya saya tidak ingat. Applaus yang cukup banyak kami terima saat suara serak bervibra Yuyun mulai berpadu dengan musik yang kami mainkan. Dua lagu dengan mulus kami bawakan. Seperti biasa, tanpa berharap banyak kami pulang setelah tampil. Ada satu kawan kami yang menunggu di tempat kompetisi untuk mendengar hasil dari dewan juri, jangan-jangan kami masuk 10 besar dan harus tampil kembali di hari berikutnya. Terjadilah miracle itu, tak disangka kami terpilih sebagai satu dari 10 penampil terbaik di ajang yang diikuti lebih dari 60 band itu. Dengan grogi kami lalui babak final kompetisi itu. Alhasil, kami tidak terpilih sebagai juara 1, 2, maupun 3. Tapi coba tebak, kami terpilih sebagai band terfavorit ! Saya menduga, mungkin ini karena keunikan personel band kami, ditambah lagi usia rata-rata personel kami paling muda dibanding peserta lain di babak final. Tapi tak apa, setidaknya satu piala lagi berhasil kami bawa pulang.

Kami semakin ketagihan untuk ikut berbagai kompetisi setelah peristiwa ini. Kalau tidak salah, sejak SCARLET BAND sampai NEO SCARLET BAND berdiri, kami sudah mengikuti 7 kompetisi. Dua kali Festival Musik SMANSA, dua kali Festival Musik Pelajar se-Sulawesi Tenggara, Festival Musik Akustik Kendari, Festival Musik Pelajar Fiesta Suzuki, dan yang terbesar dan terakhir, Festival Musik Open Air se-Sulawesi Tenggara. Dari ke-7 ajang itu, cuma sekali kami tidak membawa pulang piala, yaitu di ajang Festival Musik Pelajar se-Sulawesi Tenggara ke-2 yang kami ikuti.

THE LAST MIRACLE
Kami sebenarnya sudah sepakat untuk tidak nge-band lagi menjelang EBTA/EBTANAS 2001, mengingat kami harus berjuang untuk sesuatu yang sesungguhnya. Ya, ikrar itu kami tepati. Tapi tak disangka, setelah EBTA/EBTANAS, di Kendari digelar lagi sebuah festival yang sangat besar berskala propinsi, “Festival Musik Open Air 2001” yang diikuti lebih dari 100 band peserta ! Yeah, arogansi kami tumbuh kembali. Kami bersepakat untuk sekali lagi ikut kompetisi. Kali ini kami sama sekali tidak memasang target apa-apa. Yang ada di benak kami saat itu, kami hanya mau bersenang-senang dan menjadikan ajang ini sebagai perpisahan buat kami. Apalagi pesertanya yang membludak, membuat kami tidak berani berkhayal yang aneh-aneh. Kami latihan sekenanya, numpang sana numpang sini, lompat dari studio musik satu ke studio musik lain.

Hari yang dinanti tiba. Siang itu sekitar jam 2 siang, seperti biasa, sebelum tampil kami berdoa bersama. Well, karena kesalahan teknis yang kami tak tahu sebabnya, kami harus mengulangi penampilan kami. Keringat dingin bercampur panas mulai menetes saat kami mengulangi penampilan kami. Keringat dingin karena kami sudah terlanjur grogi akibat kesalahan teknis di penampilan pertama, keringat panas karena panggung tempat kami tampil langsung terkena panasnya sinar matahari, namanya juga Open Air. Beruntungya, kami berhasil memberikan penampilan terbaik kami di kesempatan kedua ini. Kami saling berjabat tangan waktu itu dengan dua maksud. Kira kira seperti ini : Pertama, “Selamat kawan-kawan, kita sukses memberi penampilan terbaik yang kita bisa”, kedua, “Akhirnya, setelah berbagai kompetisi yang kita hadapi, penampilan tadi adalah penampilan terakhir”. Sebab pikir kami, hanya mujizat lah yang bisa membawa kami masuk 10 besar dan tampil kembali di final keesokan harinya. Nino pulang kerumahnya, sementara saya dan yang lain ke rumah Nanang, salah satu teman kelas kami untuk mempersiapkan acara perpisahan kelas yang akan diadakan keesokan harinya.

Sehari berselang, kami mulai acara perpisahan kelas di rumah Nanang sekitar pukul 5 sore. Seluruh anggota kelas 3 IPA B hadir bersama wali kelas dan beberapa orang guru. Kami melalui acara itu dengan luar biasa, rasa sedih dan senang bercampur jadi satu. Tak terasa 3 jam berlalu sampai telepon mengagetkan itu datang. Salah satu teman sekolah kami yang berada di lokasi festival musik mengabarkan bahwa kami masuk final dan harus tampil di urutan kedua, sementara saat dia mengabari, peserta urutan pertama sedang tampil ! Shock, senang, grogi bercampur dalam hati kami. Untung saja rumah Nanang dekat dengan lokasi festival, jadi tak dibutuhkan waktu lama buat kami untuk sampai ke sana. Tapi tunggu dulu, kami butuh pemain bass ! Karena Nino tidak sekelas dengan kami, dia tidak bersama kami waktu itu, dan rumahnya cukup jauh dari lokasi festival. Kami mengabari dia sambil menyiapkan sekenario untuk tampil tanpa pemain bass. Akhirnya nomor undian kami dipanggil, dan tidaklah mungkin Nino datang secepat ini. Tapi kami belum menyerah, kami memperlambat diri menuju panggung. Kami baru mulai mendekati panggung setelah panggilan ke-3. Di panggung pun kami sengaja bertele-tele dalam persiapan sebelum tampil, dengan harapan Nino bisa segera datang. Karena penonton sudah mulai gelisah, akhirnya kami sepakat untuk tampil tanpa iringan bass, toh masuk final sudah lumayan. Tapi tak disangka, Nino berlari dari kejauhan, memakai kaos oblong, jeans dan sandal jepit, dengan mata sedikit bengkak sebagai pertanda baru bangun tidur ! Semangat kami muncul kembali, tanpa nye-tem bass kami langsung tampil. Dengan sempurna kami berhasil membawakan lagu ”Pagi Yang Menakjubkan” dari Sheila on 7. Masih dengan perasaan tak percaya kami saling berpandangan sambil turun dari panggung. Tak percaya karena kami berhasil masuk 10 besar, tak percaya karena Nino akhirnya datang di saat-saat akhir.

Setelah peserta ke-10 tampil, tiba saatnya pengumuman pemenang. Kategori The Best Male Band sudah mendapatkan pemenangnya. Sekarang tinggal The Best Female Band, yang merupakan kategori untuk band kami. “The Best Female Band adalah . .”, juri diam sejenak. “NEO SCARLET BAND . . .!” Wow, seperti di cerita sinetron rasanya. Kami bersorak sorai malam itu, yang jelas saya meneteskan air mata atas hal yang menurut saya adalah sebuah keajaiban itu. Beruntungnya lagi, kali ini saya lah yang berhak menyimpan piala itu selama-lamanya, sebab selama ini personel band yang lain sudah memiliki masing-masing satu dari piala-piala terdahulu. Akhir yang sempurna.

FINALLY, THE STORY END . .
Setelah malam itu kami berpisah. Kami telah menetapkan kota tujuan kami melanjutkan studi masing – masing. Terakhir yang saya tahu, sekarang ini Andha telah selesai studi di UGM jurusan Ekonomi dan bekerja di Jogjakarta, Nino sudah menjadi Sarjana Teknik Metalurgi UI, Fidhia sudah lulus dari Statistik UNHAS dan sekarang bekerja di Makassar, Isti sudah lulus dari Kedokteran UNHAS dan sekarang sedang koas, Yuyun juga sudah lulus dari Kedokteran Gigi UNHAS dan sekarang juga sedang koas. Sedang saya sendiri, selepas lulus dari Teknik Elektro UKSW, sekarang sedang mengejar mimpi di Balikpapan. Proud of you guys !!

NINO FIDHIA ANDHA
ISTI YUYUN WIRA

“KITA SLALU BERPENDAPAT, KITA INI YANG TERHEBAT, KESOMBONGAN DI MASA MUDA YANG INDAH . .” Sheila on 7

3 komentar:

Anonim mengatakan...

SEBUAH KISAH YANG BEGITU KLASIK NAMUN TETEP INDAH DAN AKAN TERUS KITA KENANG SELAMANYA.THANKS A LOT MY BEST FRIEND..

fidhia_desiyanti mengatakan...

Semangat muda memang memberikan banyak keajaiban..
Banyak yg telah kita lewati bersama, suka,duka, tangis,haru semuanya menjadi warna dalam perjalanan hidup kita.
Jika boleh ingin rasanya mengulang kesuksesan itu kembali.

thanks a lot for everything..
keep in touch yah..

To Wita : thanks bgd yah, sdh membuka kembali memori indah itu. Sumpah aku nangis saat membacanya !!!

For all Neo Scarlet team, keep fighting friends...
love N miss u all

Mazita Indah Mirandha mengatakan...

Setelah bertahun-tahun...baru baca blognya, berkaca2 dan bangga karena pernah jadi bagian band ini wlpn cm sebentar... terima kasih kawans, kalian bagian terindah dan tak terlupakan dari masa SMAku. Ayooo reuni kekeke